Sistem Pengendalian Intern itu sendiri adalah proses
yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus
oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas
tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien,
keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan.
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)
dilaksanakan baik di lingkungan pemerintah pusat maupun di pemerintah daerah
Di pemerintah ada 4 aparat yang bertugas
melaksanakan pengawasan Intern:
1. BPKP (Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan) : aparat pengawasan intern pemerintah yang
bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
BPKP melakukan pengawasan intern terhadap
akuntabilitas keuangan negara atas kegiatan tertentu yang meliputi:
a. kegiatan yang bersifat lintas sektoral;
b. kegiatan kebendaharaan umum Negara berdasarkan
penetapan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara; dan
c. kegiatan lain berdasarkan penugasan dari
Presiden.
2. Inspektorat Jenderal :
aparat pengawasan intern pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada
menteri/pimpinan lembaga.
melaksanakan pengawasan intern melakukan pengawasan
terhadap seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi
kementerian negara/lembaga yang didanai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara.
3. Inspektorat Provinsi
adalah aparat pengawasan intern pemerintah yang bertanggung jawab langsung
kepada gubernur.
4. Inspektorat Kabupaten/Kota
adalah aparat pengawasan intern pemerintah yang bertanggung jawab langsung
kepada bupati/walikota.
SPIP terdiri atas unsur:
a. lingkungan pengendalian
Pengendalian lingkungan ini dilakukan untuk
menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk penerapan Sistem Pengendalian
Intern dalam lingkungan kerjanya, melalui:
a. penegakan integritas dan nilai etika;
b. komitmen terhadap kompetensi;
c. kepemimpinan yang kondusif;
d. pembentukan struktur organisasi yang sesuai
dengan kebutuhan;
e. pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang
tepat;
f. penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat
tentang pembinaan sumber daya manusia;
g. perwujudan peran aparat pengawasan intern
pemerintah yang efektif; dan
h. hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah
terkait.
b. penilaian risiko;
Penilaian risiko dilakukan oleh Pimpinan Instansi
Pemerintah. Penilaian resiko terdiri atas:
a. identifikasi risiko; dan
b. analisis risiko.
c. kegiatan pengendalian;
kegiatan pengendalian dilakukan oleh Pimpinan
Instansi Pemerintah. Kegiatan pengendalian yang dilakukan terdiri atas:
a. reviu atas kinerja Instansi Pemerintah yang
bersangkutan;
b. pembinaan sumber daya manusia;
c. pengendalian atas pengelolaan sistem informasi;
d. pengendalian fisik atas aset;
e. penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran
kinerja;
f. pemisahan fungsi;
g. otorisasi atas transaksi dan kejadian yang
penting;
h. pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas
transaksi dan kejadian;
i. pembatasan akses atas sumber daya dan
pencatatannya;
j. akuntabilitas terhadap sumber daya dan
pencatatannya; dan
k. dokumentasi yang baik atas Sistem Pengendalian
Intern serta transaksi dan kejadian penting.
d. informasi dan komunikasi
Untuk menyelenggarakan komunikasi yang efektif,
pimpinan Instansi Pemerintah harus sekurang-kurangnya:
a. menyediakan dan memanfaatkan berbagai bentuk dan
sarana komunikasi; dan
b. mengelola, mengembangkan, dan memperbarui sistem
informasi secara terus menerus.
e. pemantauan pengendalian
intern.
Pemantauan Sistem Pengendalian Intern dilaksanakan
melalui pemantauan berkelanjutan, evaluasi terpisah, dan tindak lanjut
rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya.
Kelemahan
1. Penyelenggaraan sistem pengendalian internal
hanya dilakukan oleh pimpinan instansi, ini menyebabkan adanya kemungkan system
pengendalian tersebut tersebut tidak di jalankan.
2. bisa jadi karena penyelengaraan system
pengendalian internal ada di pimpinan instansi, system tersebut di sesuaikan
untuk tidak memberatkan pimpinan dan adanya suatu negosiasi terhadap pihak
tertentu terhadap system pengendalian tersebut.
3. Keandalan
Laporan Keuangan
Keterbatasan SDM (kuantitas dan kualitas) dalam penyusunan Laporan Keuangan menjadi penyebab belum andalnya laporan keuangan yang mereka hasilkan.
4. Pengamanan Aset Negara
Keterbatasan SDM (kuantitas dan kualitas) dalam pengelolaan asset menjadi penyebab pengamanan asset pada unit kerjanya belum berjalan secara tertib, akuntabel, dan dengan nilai yang wajar.
5. Efektivitas dan Efisiensi Kegiatan Instansi Pemerintah
Penggunaan sumber daya yang belum optimal menjadi penyebab penyelenggaraan kegiatan pemerintah daerah belum efektif dan efisiennya.
6. Ketaatan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan
Reward and punishment system yang tidak dilaksanakan secara konsisten dan konsekwen menjadi penyebab pelaksanaan tugas dan fungsi di unit kerjanya belum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Keterbatasan SDM (kuantitas dan kualitas) dalam penyusunan Laporan Keuangan menjadi penyebab belum andalnya laporan keuangan yang mereka hasilkan.
4. Pengamanan Aset Negara
Keterbatasan SDM (kuantitas dan kualitas) dalam pengelolaan asset menjadi penyebab pengamanan asset pada unit kerjanya belum berjalan secara tertib, akuntabel, dan dengan nilai yang wajar.
5. Efektivitas dan Efisiensi Kegiatan Instansi Pemerintah
Penggunaan sumber daya yang belum optimal menjadi penyebab penyelenggaraan kegiatan pemerintah daerah belum efektif dan efisiennya.
6. Ketaatan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan
Reward and punishment system yang tidak dilaksanakan secara konsisten dan konsekwen menjadi penyebab pelaksanaan tugas dan fungsi di unit kerjanya belum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar